Kehancuran Baghdad (Serangan Mongol; Jenghis Khan dan Hulagu Khan)



a.      Pendahuluan
Masa kejayaan Islam telah terukir dalam sejarah. Demikian pula dengan masa kemunduran dan kehancurannya yang tidak mungkin luput dari unsur-unsur sejarah atau historis. Hal ini bisa dilihat dari pengertian sejarah sebagaimana diformulasi-kan oleh Taufik Abdullah adalah suatu ilmu yang di dalamnya dibahas berbagai peristiwa dengan memperhatikan unsur tempat, waktu, obyek, latar belakang, dan pelaku dari peristiwa tersebut[1].
Masa khilafah Abbasiyah dielu-elukan sebagai masa keemasan Islam. Karena pada masa ini kemajuan dalam berbagai bidang sangat pesat. Namun jatuhnya kota Baghdad pada tahun 1258 M ke tangan bangsa Mongol bukan saja mengakhiri khilafah Abbasiyah di sana, tetapi juga merupakan awal dari masa kemunduran politik dan peradaban Islam, karena Baghdad sebagai pusat kebudayaan dan per-adaban Islam yang sangat kaya dengan khazanah ilmu pengetahuan itu ikut lenyap dibumihanguskan Mongol yang dipimpin Hulagu Khan.[2]
Namun meski demikian, serangan Mongol hanyalah sebuah pamungkas yang menghancurkan kekhalifahan[3]. Karena benih-benih kemunduran dan kehancuran sebenarnya muncul dari kekhalifahan Abbasiyah itu sendiri. Hal ini bisa dilihat dari banyak bermunculan dinasti yang semakin melemahkan stabilitas pemerintahan Abbasiyah saat itu.
Dalam makalah ini, pertama akan dipaparkan asal-usul, watak dan peradaban bangsa Mongol. Kedua, faktor-faktor yang mendorong bangsa mongol untuk me-lakukan serangan. Ketiga, serangan-serangan yang dilakukan bangsa Mongol.


b.      Bangsa Mongol, Watak, Asal-usul dan Peradabannya
Bangsa Mongol adalah suku bangsa di wilayah Mongolia, yang berbatasan dengan Cina di selatan, Turkestan di barat, Manchuria di timur, dan Siberia sebelah utara[4].
Daerah ini kalau musim dingin, amat dingin dan kalau musim panas, amat panas. Angin panas (Samun) sering menimpa mereka[5]. Mereka mendirikan kemah-kemah dan berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain, menggembala kambing, dan hidup dari hasil buruan. Mereka juga hidup dari hasil perdagangan tradisional, yaitu mempertukarkan kulit binatang dengan binatang yang lain, baik di antara sesama mereka maupun dengan bangsa Turki dan Cina yang menjadi tetangga mereka. Sebagaimana umumnya bangsa nomad, orang-orang Mongol mempunyai watak yang kasar, suka berperang, dan berani menghadang maut dalam mencapai keinginannya. Mereka menganut agama Syamaniyah (Syamanism), me-nyembah binatang-binatang, dan sujud kepada matahari yang sedang terbit[6].
Bangsa ini berasal dari seorang tokoh terkemuka setempat bernama Alanja Khan. Ia mempunyai dua orang putra kembar bernama Tatar dan Mongol. Kedua putra itu melahirkan dua suku bangsa besar, Tatar dan Mongol. Mongol mempunyai anak bernama Ilkhan[7], yang melahirkan keturunan bangsa Mongol di kemudian hari[8].
Ilkhan mempunyai putra bernama Yasugi Bahadur Khan yang kemudian memiliki putra bernama Temujin, bergelar Jenghis Khan (Raja Yang Perkasa). Putra dari Jenghis Khan bernama Toluy/Tuli kemudian memiliki putra bernama Hulagu Khan. Hulagu Khan inilah yang menyerang dan menghancurkan kota Baghdad[9].
Kemajuan bangsa Mongol secara besar-besaran terjadi pada masa kepemimpinan Yasugi Bahadur Khan[10]. Ia berhasil menyatukan 13 kelompok suku yang ada waktu itu. Setelah Yasugi meninggal, putranya Temujin[11] yang masih berusia 13 tahun tampil sebagai pemimpin. Dalam waktu 30 tahun, ia berusaha memperkuat angkatan perangnya dengan menyatukan bangsa Mongol dengan suku bangsa lain sehingga menjadi satu pasukan yang teratur dan tangguh. Pada tahun 1206 M., ia mendapat gelar Jengis Khan, Raja Yang Perkasa[12]. Ia menetapkan undang-undang yang disebutnya Alyasak atau Alyasah, untuk mengatur kehidupan rakyatnya. Wanita mempunyai kewajiban yang sama dengan laki-laki dalam kemiliteran. Pasukan perang dibagi dalam beberapa kelompok besar dan kecil, seribu, dua ratus, dan sepuluh orang. Tiap-tiap kelompok dipimpin oleh seorang komandan.
Undang-undang Alyasak ini berisi antara lain; larangan mencari-cari kesalahan orang lain, larangan membantu salah seorang di antara dua orang yang berselisih, jujur dalam menerima kepercayaan, keharusan saling tolong-menolong dalam peperangan dan melaksanakan hukum dengan disiplin yang ketat tanpa pandang bulu. Di samping itu ada juga keharusan bagi warga negara untuk memperlihatkan anak gadisnya kepada raja untuk dijadikan sebagai istri anak-anaknya. Undang-undang ini dimasyarakatkan terus, sehingga merupakan sebuah agama yang senantiasa dipedomani dan dilanjutkan oleh penggantinya kemudian[13].
Undang-undang ini juga mengatur tentang hukuman mati bagi pezina, orang yang sengaja berbuat bohong, melaksanakan magic, mata-mata, memberi makan atau pakaian kepada tawanan perang tanpa ijin, demikian pula bagi yang gagal melaporkan budak belian yang melarikan diri juga dikenakan hukuman mati.
Jenghis Khan (melalui Alyasak) juga mengatur kehidupan beragama dengan tidak boleh merugikan antara satu pemeluk agama dengan yang lainnya, dan membebaskan pajak bagi keluarga Nabi Muhammad saw., para penghafal al-Qur’an, ulama, tabib, pujangga, orang saleh dan zuhud serta muazin/yang menyerukan adzan[14].
Sedangkan dalam urusan militer, prajurit-prajurit bersenjata lengkap diinspeksi terlebih dahulu sebelum pergi berperang, dan setiap orang harus memperlihatkan segala sesuatu yang ia miliki, bahkan sampai jarum dan benang sekalipun. Kemudian jika seseorang didapatkan lengah, maka dia harus dihukum. Orang-orang perempuan diharapkan siap untuk membayar pajak kepada perbendaharaan negara selama suami-suami mereka pergi berperang. Jenghis Khan juga mendirikan pos pelayanan agar dia bisa memantau dan mengetahui segala sesuatu yang terjadi di negaranya[15]. Dari sini tampak bahwa armada perang Mongol sangatlah kuat dan memiliki kedisiplinan tinggi, sehingga banyak ditakuti musuh-musuhnya.

c.       Motivasi Serangan Mongol
Serangan-serangan yang dilakukan oleh Mongol memiliki latar belakang yang menjadi motivasi mereka untuk melakukan penyerang tersebut. Maidir Harun dan Firdaus[16] memaparkan bahwa ada beberapa hal yang menjadi motivasi bagi Mongol untuk melakukan serangan, sebagai berikut:
1.      Faktor Politik
Pada tahun 615 H. sekitar 400 orang pedagang bangsa Tartar dibunuh atas persetujuan wali (gubernur) Utrar. Barang dagangan mereka dirampas dan dijual kepada saudagar Bukhara dan Samarkand dengan tuduhan mata-mata Mongol. Tentu saja hal ini menimbulkan kemarahan Jenghis Khan. Jenghis Khan mengirimkan pasukan kepada Sultan Khawarizmi untuk meminta agar wali Utrar diserahkan sebagai ganti rugi kepadanya. Utusan ini juga dibunuh oleh Khawarizmi Syah sehingga Jenghis Khan dengan pasukannya melakukan penyerangan terhadap wilayah Khawarizmi[17].
2.      Motif Ekonomi
Motif ini diperkuat oleh ucapan Jenghis Khan sendiri, bahwa penaklukan-penaklukan dilakukannya adalah semata-mata untuk memperbaiki nasib bangsanya, menambah penduduk yang masih sedikit, membantu orang-orang miskin dan yang belum berpakaian. Sementara di wilayah Islam rakyatnya makmur, sudah berperadaban maju, tetapi kekuatan militernya sudah rapuh.
3.      Tabiat Orang Mongol yang Suka Mengembara
Tabiat mereka yang suka mengembara, diundang ataupun tidak diundang mereka akan datang juga menjarah dan merampas harta kekayaan penduduk dimana mereka berdiam. Penyerangan-penyerangan yang dilakukan oleh Jenghis Khan dengan pasukan perangnya yang terorganisir, berusaha memperluas wilayah kekuasaan dengan melakukan penaklukan. Para ahli pertukangan mereka bawa dalam pasukan batalion Zeni (yon-zipur) untuk membuat jembatan dan menjamin melancarkan transportasi dalam penyerangan. Para tawanan perang dimanfaatkan secara paksa untuk memanggul perlengkapan perang dan makanan. Strategi perang Jenghis Khan yang tidak ketinggalan juga adalah membariskan penduduk sipil yang telah kalah di depan tentara sebagai tameng untuk menggetarkan musuh. Di samping itu, Jenghis Khan membawa penasehat yang terdiri dari para rahib dan tukang ramal.

d.      Penyerangan Mongol dan Wilayah Kekuasaannya
Pada tahun 607 H./1211 M. Jenghis Khan meluaskan wilayahnya. Ia berhasil merebut Cina Utara dan mendirikan ibu kota Qaraqorun, lalu menduduki Siangkiang[18].
Penyerangan ke wilayah Islam dimulai melalui daerah Khawarizmi pada tahun 606 H/1209 M. Daerah yang menjadi tujuan utama mereka adalah Turki, Ferghana dan Samarkand, karena daerah ini yang berdekatan dan yang berkasus dengan mereka. Sewaktu bangsa Mongol memasuki wilayah Khawarizmi, sultan Alauddin sudah siap untuk memukul mundur pasukan Mongol. Pasukan Mongol kembali ke negeri asal mereka untuk melatih pasukannya dengan intensif. Sewaktu mereka kembali ke daerah Khawarizmi 10 tahun kemudian, sudah banyak perubahan terhadap pasukannya, sehingga mereka bisa memasuki Bukhara, Samarkand, Khurasan, Hamadzan, Quzwain dan sampai ke perbatasan Irak. Di Bukhara, ibu kota Khawarizmi, mereka kembali mendapat perlawanan dari sultan Alauddin, tetapi kali ini mereka dengan mudah dapat mengalahkan pasukan Khawarizmi. Sultan Alauddin tewas dalam pertempuran di Mazindaran tahun 1220 M. Ia digantikan oleh putranya Jalaluddin yang kemudian melarikan diri ke India karena terdesak dalam pertempuran di dekat Attock tahun 1224 M. Dari sana pasukan Mongol terus ke Azerbeijan. Penaklukkan Bukhara ini disebutkan oleh Jenghis Khan sebagai bencana dari Tuhan yang dikirimkan sebagai hukuman atas orang-orang yang berdosa[19].
Di Bukhara, sangat terkenal karena penduduknya yang taat dan ber-pengetahuan. Orang-orang Mongol menempatkan kuda mereka di sekeliling masjid yang suci dan menyobek-nyobek al-Qur’an untuk dibuang di tempat sampah, penduduk yang tidak dibantai diambil sebagai tawanan. Begitulah nasib kota Samarkand, Balkh dan kota-kota yang lainnya di Asia Tengah, yang merupakan tempat kebudayaan Islam yang tinggi, tempat tinggal orang-orang terkemuka dan pusat ilmu pengetahuan.[20]
Sepulangnya ke Ibu Kota Karaqorun, ia menumpas pemberontakan di wilayah Ala Shan dan Kausu, lalu meninggal dunia dan dikebumikan di tempat asalnya, Deligun Buldak.[21] Namun, sebelum Jenghis Khan meninggal pada tahun 624 H./1227 M[22], pada saat kondisinya mulai lemah, dia membagi wilayah kekuasaannya menjadi empat bagian kepada empat orang putranya, yaitu Juchi, Chagatai, Ogotai dan Tuli.[23]
Juchi anaknya yang sulung mendapat wilayah Siberia bagian barat dan stepa Qipchaq yang membentang hingga ke Rusia Selatan, di dalamnya terdapat Khawarizmi. Namun ia meninggal dunia sebelum wafat ayahnya, Jenghis Khan, dan wilayah warisannya itu diberikan kepada anak Juchi yang bernama Batu dan Orda. Batu mendirikan Horde (Kelompok) Biru di Rusia Selatan sebagai pilar dasar berkembangnya Horde Keemasan (Golden Horde). Sedangkan Orda mendirikan Horde Putih di Siberia Barat. Kedua kelompok itu bergabung dalam abad keempatbelas yang kemudian muncul sebagai kekhanan yang bermacam ragamnya di Rusia, Siberia dan Turkistan, termasuk di Crimea, Astarakhan, Qazan, Qasimov, Tiumen, Bukhara dan Khiva. Syaibaniyah atau Ozbeg. Salah satu cabang keturunan Juchi berkuasa di Khawarazmi dan Transoxania dalam abad kelima belas dan enam belas[24]. Golden Horde selanjutnya berkembang menjadi kerajaan Mongol Islam pertama, yaitu pada saat diperintah oleh Barka Khan (anak dari Batu). Wilayahnya meliputi Eropa Timur (Rusia dan Finlandia) dan Eropa Tengah dan padang-padang stepa yang luas, dan beribukota di Lembah Wolga (Sarai). Dalam suatu riwayat disebutkan bahwa Najmuddin Mukhtar az-Zahidi menyusun risalah untuk Barka Khan. Risalah tersebut mengulas tentang kebenaran ajaran Islam dan kelemahan ajaran Nasranai, dengan dalail dan bukti yang logis, dapat diterima akal.[25] Hal inilah yang membuat Barka Khan masuk Islam.
Chagatai ditugasi untuk menguasai daerah Illi, Ergana, Ray, Hamazan dan Azerbeijan. Sultan Khawarizmi, Jalaluddin berusaha keras untuk merebut kembali daerah-daerah yang dikuasai oleh Mongol ini, namun dia tidak sanggup menghadapi serangan Chagatai. Sultan melarikan diri ke arah pegunungan, tetapi malang padanya, seorang Kurdi membunuhnya. Dengan kematian Sultan Jalaluddin ini berakhirlah dinasti Khawarizmi. Dengan demikian Chagatai lebih leluasa mengembangkan wilayah kekuasaannya[26].
Ogotai[27] adalah putra Jenghis Khan yang terpilih oleh Dewan Pemimpin Mongol untuk menggantikan ayahnya sebagai Khan Agung yang mempunyai wilayah di Pamirs dan Tien Syan. Tetapi dua generasi Kekhanan Tertinggi jatuh ke tangan keturunan Tuli. Walaupun demikian cucu Ogotai yang bernama Qaydu dapat mempertahankan wilayahnya di Pamirs dan Tien Syan, mereka berperang melawan anak turun Chagatay dan Kubilai Khan, hingga meninggal dunia tahun 1301[28]. Ogotai pada tahun 1234 dapat menaklukkan Peking[29] (sekarang Beijing) dan pada tahun 1240 dapat masuk kota Moskow[30].
Tuli (Toluy) anak terakhir Jenghis Khan ini mendapat bagian wilayah Mongolia sendiri. Anak-anaknya, yakni Mongke dan Kubilai menggantikan Ogotai sebagai Khan Agung. Mongke bertahan di Mongolia yang beribu kota di Qaraqorun. Sedangkan Kubilai Khan menaklukkan Cina dan berkuasa di sana yang dikenal sebagai dinasti Yuan yang memerintah hingga abad keempat belas, yang kemudian digantikan oleh dinasti Ming. Mereka memeluk agama Budha yang berpusat di Beijing, dan mereka akhirnya bertikai melawan saudara-saudaranya dari khan-khan Mongol yang beragama Islam di Asia Barat dan Rusia (Kerajaan Golden Horde). Adalah Hulagu Khan, saudara Mongke Khan dan Kubilai Khan, yang menyerang wilayah-wilayah Islam sampai ke Baghdad.[31]
Pada tahun 1253, Hulagu Khan[32] bergerak dari Mongol memimpin pasukan berkekuatan besar untuk membasmi kelompok Pembunuh (Hasyasyin) dan menyerang kekhalifahan Abbasiyah. Inilah gelombang kedua yang dilakukan bangsa Mongol. Mereka menyapu bersih semua yang mereka lewati dan yang menghadang perjalanan mereka; menyerbu semua kerajaan kecil yang berusaha tumbuh di atas puing-puing imperium Syah Khawarizm. Hulagu mengundang Khalifah al-Musta'shim (1242-1258) untuk bekerjasama menghancurkan kelompok Hasyasyin Ismailiyah. Tetapi undangan itu tidak mendapat jawaban. Pada 1256, sejumlah besar benteng Hasyasyin, termasuk "puri induk" di Alamut, telah direbut tanpa sedikit pun kesulitan, dan kekuatan kelompok yang ketakutan itu hancur lebur. Bahkan lebih tragis lagi, bayi-bayi disembelih dengan kejam. Pada bulan September tahun berikutnya, tatkala merangsek menuju jalan raya Khurasan yang termasyhur, Hulagu mengirimkan ultimatum kepada khalifah agar menyerah dan mendesak agar tembok kota sebelah luar diruntuhkan. Tetapi khalifah tetap enggan memberikan jawaban. Pada Januari 1258, anak buah Hulagu bergerak dengan efektif untuk meruntuhkan tembok ibukota. Tak lama kemudian upaya mereka membuahkan hasil dengan runtuhnya salah satu menara benteng.[33]
Khalifah al-Musta’shim benar-benar tidak dapat membendung “topan” tentara Hulagu Khan. Pada saat yang kritis itu, wazir khalifah Abbasiyah, Ibn al-‘Alqami ingin mengambil kesempatan dengan menipu khalifah.[34] Ia mengatakan kepada khalifah, “Saya telah menemui mereka untuk perjanjian damai. Raja (Hulagu Khan) ingin mengawinkan anak perempuannya dengan Abu Bakr, putera khalifah. Dengan demikian, Hulagu Khan akan menjamin posisimu. Ia tidak menginginkan sesuatu kecuali kepatuhan, sebagaimana kakek-kakekmu terhadap sultan-sultan Seljuk”.
Khalifah menerima usul itu. Ia keluar bersama beberapa orang pengikut dengan membawa mutiara, permata dan hadiah-hadiah berharga lainnya untuk diserahkan kepada Hulagu Khan. Hadiah-hadiah itu dibagi-bagikan Hulagu kepada para panglimanya. Keberangkatan khalifah disusul oleh para pembesar istana yang terdiri dari ahli fikir dan orang-orang terpandang. Tetapi, sambutan Hulagu Khan sungguh di luar dugaan khalifah. Apa yang dikatakan wazirnya ternyata tidak benar. Mereka semua, termasuk wazir sendiri, dibunuh dengan leher dipancung secara bergiliran. Dengan pembunuhan kejam ini, berakhirlah kekuasaan Abbasiyah di Baghdad. Kota Baghdad sendiri dihancurkan rata dengan tanah, sebagaimana kota-kota lain yang dilalui tentara Mongol tersebut. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 10 Pebruari 1258. Dengan demikian, untuk pertama kalinya dalam sejarah, dunia muslim terbengkalai tanpa khalifah yang namanya biasa disebut dalam salat Jum’at.[35]
Walaupun sudah dihancurkan, Hulagu Khan memantapkan kekuasaannya di Baghdad selama dua tahun, sebelum melanjutkan gerakan ke Syiria dan Mesir. Dari Baghdad pasukan Mongol menyeberangi sungai Euphrat menuju Syiria, kemudian melintasi Sinai, Mesir. Pada tahun 1260 mereka berhasil menduduki Nablus dan Gaza. Panglima tentara Mongol, Kitbugha, mengirim utusan ke Mesir meminta supaya Sultan Qutuz yang menjadi raja kerajaan Mamalik di sana menyerah. Permintaan itu ditolak oleh Qutuz, bahkan utusan Kitbugha dibunuhnya.
Tindakan Qutuz ini menimbulkan kemarahan di kalangan tentara Mongol. Kitbugha[36] kemudian melintasi Yordania menuju Galilie. Pasukan ini bertemu dengan pasukan Mamalik yang dipimpin langsung oleh Qutuz dan Baybars di ‘Ain Jalut. Pertempuran dahsyat terjadi, pasukan Mamalik berhasil menghancurkan tentara Mongol, 3 September 1260.
Baghdad dan daerah-daerah yang ditaklukkan Hulagu selanjutnya diperintah oleh dinasti Ilkhan. Daerah yang dikuasai dinasti ini adalah daerah yang terletak antara Asia Kecil di barat dan India di timur, dengan ibukotanya Tabriz. Umat Islam, dengan demikian, dipimpin oleh Hulagu Khan. Hulagu meninggal tahun 1265 dan diganti oleh anaknya, Abaga (1265-1282) yang masuk Kristen.[37] Pada masa Abaga bangsa dinasti Ilkhan bersekutu dengan orang-orang Salib, penguasa Kristen Eropa, Armenia Cicilia untuk melawan Mamluk dan keturunan saudara-saudaranya dari dinasti Horde Keemasan (Golden Horde) yang telah bersekutu dengan Mamluk, penguasa muslim yang berpusat di Mesir.[38] Dari sini tampak bahwa adanya hubungan erat antara orang-orang Mongol dengan orang-orang Nasrani yang ingin menghancurkan Islam.
Ahmad Teguder (1282-1284), raja ketiga dinasti Ilkhan yang pertama kali masuk Islam. Karena masuk Islam, Ahmad Teguder ditantang oleh pembesar-pembesar kerajaan yang lain. Akhirnya, ia ditangkap dan dibunuh oleh Arghun yang kemudian menggantikannya menjadi raja (1284-1291). Raja dinasti Ilkhan yang keempat ini sangat kejam terhadap umat Islam. Banyak di antara mereka yang dibunuh dan diusir.
Selain Teguder, Mahmud Ghazan (1295-1304), raja yang ketujuh, dan raja-raja selanjutnya adalah pemeluk agama Islam. Dengan masuk Islamnya Mahmud Ghazan —sebelumnya beragama Budha— Islam meraih kemenangan yang sangat besar terhadap agama Syamanisme. Sejak itu pula orang-orang Persia mendapatkan kemerdekaannya kembali.[39] Dari sini terlihat bahwa meskipun wilayah Islam secara politis telah ditaklukkan dan dikuasai oleh dinasti Ilkhan, tetapi akhirnya Mongol sendiri terserap ke dalam kultur Islam. Sehingga para raja-raja dinasti Ilkhan akhirnya memeluk agama Islam.[40]
Berbeda dengan raja-raja sebelumnya, Ghazan mulai memperhatikan per-kembangan peradaban. Ia seorang pelindung ilmu pengetahuan dan sastra. Ia amat gemar kepada kesenian terutama arsitektur dan ilmu pengetahuan seperti astronomi, kimia, mineralogi, metalurgi dan botani. Ia membangun semacam biara untuk para darwis, perguruan tinggi untuk mazhab Syafi’i dan Hanafi, sebuah perpustakaan, observatorium, dan gedung-gedung umum lainnya. Ia wafat dalam usia muda, 32 tahun, dan digantikan oleh Muhammad Khubanda Uljeitu (1304-1317), seorang penganut Syi’ah yang ekstrim. Ia mendirikan kota raja Sultaniyah, dekat Zanjan. Pada masa pemerintahan Abu Sa’id (1317-1335), pengganti Muhammad Khubanda, terjadi bencana kelaparan yang sangat menyedihkan dan angin topan dengan hujan es yang mendatangkan malapetaka. Kerajaan Ilkhan yang didirikan Hulagu Khan ini terpecah belah sepeninggal Abu Sa’id. Masing-masing pecahan saling memerangi. Akhirnya, mereka semua ditaklukkan oleh Timur Lenk.[41]




KESIMPULAN

Sejarah kejayaan dan keemasan Islam dibumihanguskan dalam masa kurang lebih 5 tahun. Hal ini ditandai dengan adanya serangan yang dilakukan oleh Hulagu Khan sejak 1253 ke wilayah Baghdad (pusat pemerintahan bani Abbasiyah) hingga 1258.
Serangan Mongol (Jenghis Khan) bermula dari perampasan dan pembunuhan oleh Gubernur Utrar terhadap para pedagang bangsa Tartar pada 615 H./1219 M. dengan tuduhan mata-mata Mongol. Disamping memang sudah menjadi tabiat orang Mongol yang suka berperang ditambah lagi dengan dorongan faktor ekonomi. Sehingga perluasan wilayah pun dilakukan oleh Mongol. Dan sampai akhir masa Jenghis Khan (1162-1227) wilayah kekuasaan Mongol meliputi; Tiongkok, Asia Tengah, Persia, dan Mongolia.
Sebelum Jenghis Khan meninggal, dia membagi wilayah kekuasaannya kepada 4 orang putranya. Pertama, Juchi anaknya yang sulung mendapat wilayah Siberia bagian barat dan stepa Qipchaq yang membentang hingga ke Rusia Selatan, di dalamnya terdapat Khawarizm. Kedua, Chagatai ditugasi untuk menguasai daerah Illi, Ergana, Ray, Hamazan dan Azerbeijan. Ketiga, Ogotai mempunyai wilayah di Pamirs dan Tien Syan. Keempat, Tuli (Toluy) anak terakhir Jenghis Khan ini mendapat bagian wilayah Mongolia sendiri.
Hulagu Khan (1217 – 8 February 1265) anak dari Tuli, merupakan orang kedua Mongol yang memimpin pasukan berkekuatan besar untuk membasmi kelompok Pembunuh (Hasyasyin) dan menyerang kekhalifahan Abbasiyah. Pada 10 Pebruari 1258, anak buah Hulagu membumihanguskan Baghdad sehingga rata dengan tanah. Sehingga masa keemasan dan kejayaan Islam (Abbasiyah) hancur dalam kurun waktu hanya 5 tahun.
Namun, akhirnya Ahmad Teguder (1282-1284) dan Mahmud Ghazan (1295-1304), dan raja-raja selanjutnya adalah pemeluk agama Islam. Dengan masuk Islamnya Mahmud Ghazan —sebelumnya beragama Budha— Islam meraih kemenangan yang sangat besar terhadap agama Syamanisme. Sejak itu pula orang-orang Persia mendapatkan ke-merdekaannya kembali.





================
DAFTAR PUSTAKA

Amin, Muhammad Masyhur. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: Indonesia Spirit Foundation, 2004.
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam. Ensiklopedi Islam. Jakarta: PT. Ichtiar Baru van Hoeve, cet.IX, 2001.
Harun, Maidir & Firdaus. Sejarah Peradaban Islam. Padang: IAIN-IB Press, jld.2, 2002.
Hasan, Ibrahim Hasan. Sejarah dan Kebudayaan Islam. terj. Djahdan Hamami, Surabaya: Kota Kembang, 1989.
Hitti, Philip K. History of The Arabs, terj. R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2005.
Mufrodi, Ali. Islam di Kawasan Kebudayaan Arab. Jakarta: Logos, 1997.
Nata, Abudin. Metodologi Studi Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, cet. VIII, 2003.
www.WikipediaIndonesia.com
Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, cet.VII, 1998.



[1]Abudin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), cet. VIII, h. 46.
[2]Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1998), cet.VII, h. 111.
[3]Lihat Philip K. Hitti, History of The Arabs (terj.), (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2005), h. 616.
[4]Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: PT. Ichtiar Baru van Hoeve, 2001), cet.IX, jld.3, h. 241.
[5]Muhammad Masyhur Amin, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Indonesia Spirit Foundation, 2004), h. 168.
Sedangkan menurut Ali Mufrodi, bangsa ini adalah masyarakat hutan yang mendiami Siberia dan Mongol Luar di sekitar Danau Baikal. Sebenarnya mereka bukanlah suku nomad yang berpindah-pindah dari satu stepa ke stepa yang lain, walaupun mereka menaklukkan banyak stepa dengan ketangkasannya menunggang kuda (Islam di Kawasan Kebudayaan Arab [Jakarta: Logos, 1997], h. 127).
[6]Badri Yatim, op.cit., h. 111-112.
[7]Ilkhan/Il-Khan (bahasa Turki) adalah gelar yang diberikan kepada Hulagu Khan yang berarti il berarti “suku”, khan berarti “raja”. Bandingkan dengan Philip K. Hitty, op.cit., h. 621. Lihat Badri Yatim, op.cit., h. 115. Lihat juga Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, op.cit., h. 241.
[8]Badri Yatim, op.cit., h. 111. Bandingkan juga dengan Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, op.cit., h. 241.
[9]Maidir Harun dan Firdaus, Sejarah Peradaban Islam, (Padang: IAIN-IB Press, 2002), jld.2, h.105.
[10]Badri Yatim, op.cit., h. 112. Sedangkan menurut Muhammad Masyhur Amin dalam Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Indonesia Spirit Foundation, 2004), h. 168, bahwa Yasughi Bahadur ini sebagai kepala suku yang tunduk kepada kepala yang lebih tinggi, yaitu Utaq Khan.
Sedangkan menurut Maidir Harun dan Firdaus, baru pada masa Jenghis Khan mereka dapat hidup teratur dan menetap. Jenghis Khan dapat menyatukan orang-orang Mongol pada tahun itu, sehingga tahun tersebut dinamakan “tahun kesatuan”. Sejak itu Temujin resmi menjadi penguasa Mongol yang bergelar Jenghis Khan dan menjadikan kota Qoraqorun sebagai ibu kota pemerintahannya. (Maidir Harun dan Firdaus, op.cit, h. 105).
[11] Jenghis Khan (bahasa Mongolia: Чингис Хаан), juga dieja Genghis Khan, Jinghis Khan, Chinghiz Khan, Chinggis Khan, Changaiz Khan, dll, nama asalnya Temüjin, juga dieja Temuchin atau TiemuZhen.
Jenghis Khan dilahirkan dengan nama Temüjin sekitar tahun 1162 dan 1163, anak sulung Yesügei, ketua suku Kiyad (Kiyan). Sedangkan nama keluarga dari Yesügei adalah Borjigin (Borjigid). Temujin dinamakan seperti nama ketua musuh yang ditewaskan ayahnya.
Temujin lahir di daerah pegunungan Burhan Haldun, dekat dengan sungai Onon dan Herlen. Ibu Temujin, Holun, berasal dari suku Olkhunut. Kehidupan mereka berpindah-pindah layaknya seperti penduduk Turki di Asia Tengah. Saat Berumur 9 tahun, Temujin dikirimkan keluar dari sukunya karena ia akan jodohkan kepada Borte, putri dari suku Onggirat. Ayah Temujin, Yesugei meninggal karena diracuni suku Tartar tepat pada saat ia pulang setelah mengantar Temujin ke suku Onggirat.
Temujin pun dipanggil pulang untuk menemui ayahnya. Yesugei memberi pesan kepada Temujin untuk membalaskan dendamnya dan menghancurkan suku Tartar di masa depan. Kehidupan Temujin bertambah parah setelah hak kekuasaannya sebagai penerus kepala suku direbut oleh orang lain dengan alasan umur Temujin yang masih terlalu muda. Temujin dan keluarganya diusir dari sukunya karena ia ditakuti akan merebut kembali hak kekuasaannya atas suku Borjigin. Hidup Temujin dan keluarganya sangat menderita. Dengan perbekalan makanan yang sangat terbatas, Ia dan adik-adiknya hidup dengan cara berburu. Pada saat ia menginjak remaja, kepala suku Borjigin mengirimkan pasukan untuk membunuh Temujin.
Temujin berhasil tertangkap dan ditawan oleh musuhnya, namun ia berhasil kabur dari tahanan dan dengan pertolongan dari orang-orang yang masih setia kepada Yesugei. Pada saat menginjak dewasa, Temujin berjuang dan mengumpulkan kekuatannya sendiri. Dia adalah khan Mongol dan ketua militer yang menyatukan bangsa Mongolia dan kemudian mendirikan Kekaisaran Mongolia dengan menaklukkan sebagian besar wilayah di Asia, termasuk utara Tiongkok (Dinasti Jin), Xia Barat, Asia Tengah, Persia, dan Mongolia. Penggantinya kelak yang melakukan perluasan Mongolia menjadi kekaisaran terluas dalam sejarah manusia. Dia merupakan kakek Kubilai Khan, pemerintah Tiongkok bagi Dinasti Yuan di China. (didownload dari www.wikipedia Indonesia.com yang diupload pada 15:38, 26 Oktober 2007).
[12]Gelar ini diberikan kepadanya oleh sidang kepala-kepala suku Mongol yang mengangkatnya sebagai pemimpin tertinggi bangsa itu pada tahun 1206, pada usia 44 tahun. (Ali Mufrodi, op.cit., h. 127). Majelis ini disebut baru Majelis Huraltai, yaitu majelis besar suku-suku bangsa Mongol yang memberi gelar pada Temujin sebagai Jenghis Khan. (Muhammad Masyhur Amin, op.cit., h. 169).
[13]Maidir Harun dan Firdaus, op.cit, h. 106-107.
[14]Lihat Ali Mufrodi, op.cit., h. 127. Hasan Ibrahim Hasan (Sejarah Kebudayaan Islam [terj.], [Surabaya: Kota Kembang, 1989] hal. 260) juga memaparkan bahwa dalam Alyasak disebutkan tak seorang pun makan sesuatu sendirian, sementara yang lain melihatnya, dalam keadaan seperti ini dia harus menyuruh yang lain untuk membagi makanan dengannya. Tak seorang pun boleh memiliki makanan lebih banyak dari orang lain. Sehingga ketika orang lain melintas di depan orang yang sedang makan, dia berhak untuk makan bersama mereka walaupun tanpa harus ijin terlebih dahulu.
[15]Ali Mufrodi, op.cit., h. 128.
[16]Maidir Harun dan Firdaus, op.cit, h. 107-108.
[17]Mengenai faktor politik ini, bandingkan juga dengan Ensiklopedi Islam, op.cit., h. 242.
Sedangkan menurut Muhammad Masyhur Amin, op.cit., h. 171, bahwa faktor politik yang menyebabkan bangsa Mongol melakukan penyerangan ke wilayah Islam adalah pertama, karena Sultan Alauddin Muhammad Khawarizmi Syah memasukkan daerah suku Qarahatun ke dalam kekuasaannya pada tahun 1210 M., sehingga wilayahnya langsung berbatasan dengan wilayah kerajaan Jenghis Khan. Kedua, pembataian pedagang Mongol disebabkan karena tiga orang Islam saudagar besar bersama rombongan-nya dibunuh dan dirampas barang dagangannya oleh orang-orang Mongol di Ibu Kota Qoraqarun. Oleh sebab itu, amir Ghayun Khan diperintahkan oleh Sultan Alauddin agar membunuh 150 orang pedagang Mongol yang ada di Utrar.
[18]Muhammad Masyhur Amin, op.cit., h. 169.
[19]Maidir Harun dan Firdaus, op.cit, h. 109-109. Bandingkan juga dengan Badri Yatim, op.cit., h. 113.
[20]Hasan Ibrahim Hasan op.cit., h. 262.
[21]Muhammad Masyhur Amin, op.cit., h. 169.
[22]Ali Mufrodi, op.cit., h. 129.
[23]Badri Yatim, op.cit., h. 113.
[24]Ali Mufrodi, op.cit., h. 129.
[25]Muhammad Masyhur Amin, op.cit., h. 181.
[26]Maidir Harun dan Firdaus, op.cit, h. 111.
[27]Pemilihan ini dilakukan oleh Majelis Huraltai dua tahun setelah Jenghis Khan wafat. Ogotai bergelar Khakan Ogotai (1229-1241). (Muhammad Masyhur Amin, op.cit., h. 169.)
[28]Ali Mufrodi, op.cit., h. 130.
[29]Sedangkan menurut Badri Yatim, op.cit., h. 112, bahwa Peking berhasil diduduki oleh Jenghis Khan pada tahun 1215 M.
[30]Muhammad Masyhur Amin, op.cit., h. 169.
[31]Ali Mufrodi, op.cit., h. 130. Sedangkan Badri Yatim menjelaskan bahwa Tuli menguasai daerah Khurasan. Karena kerajaan-kerajaan Islam sudah terpecah belah dan kekuatannya sudah lemah. Tuli dengan mudah dapat menguasai Irak. Ia meninggal pada tahun 654 H./1256 M., dan digantikan oleh putranya, Hulagu Khan (Badri Yatim, op.cit., h. 114, bandingkan juga dengan Maidir Harun dan Firdaus, op.cit., h. 112).
[32]Hulagu Khan (juga dikenal dengan sebutan Hülegü, Hulegu and Halaku) (1217 – 8 February 1265) adalah Khan pertama dari dinasti Khan yang menguasai wilayah Persia. Hulagu adalah anak dari Toluy (Tuli) dan Sorghaghtani Beki seorang wanita Nasrani. (didownload dari www.wikipedia Indonesia.com yang diupload pada 16:10, 19 Agustus 2007).
[33]Lihat Philip K. Hitti, op.cit., h. 619.
[34]Menurut Philip K. Hitti, op.cit., h. 619, dijelaskan bahwa Ibn al-‘Alqami mendatangi Hulagu Khan bersama seorang Gereja Nestor untuk meminta tenggang waktu. Hal ini beralasan karena Hulagu mempunyai seorang istri Kristen, yang bernama Dokuz Khatun. Dialah yang mendorong Hulagu untuk melakukan penyerangan ke negeri Islam. Istri Hulagu ini diperalat oleh Bohemond dan Kaisar Heitom agar ia memberi spirit dan dorongan kepada suaminya agar melakukan serangan ke Syam. Lihat juga Muhammad Masyhur Amin, op.cit., h. 179.
[35]Badri Yatim, op.cit., h. 114-115. Bandingkan dengan Philip K. Hitty, op.cit., h. 619, Ali Mufrodi, op.cit., h. 131.
[36]Kitbugha (seorang Nasrani) adalah panglima perang yang ditunjuk oleh istri Hulagu Khan, yaitu Dokuz Khatun yang beragama Nasrani. Lihat Muhammad Masyhur Amin, op.cit., h. 179.
[37]Badri Yatim, op.cit., h. 115.
[38]Ali Mufrodi, op.cit., h. 131-132.
[39]Badri Yatim, op.cit., h. 115-117.
[40]Lihat Ali Mufrodi, op.cit., h. 113.
[41] Badri Yatim, op.cit., h. 117.